Putusan MKMK Buat Anwar Usman Dipuji tapi Dianggap Antiklimaks



JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberhentikan Ketua MK Anwar Usman karena dugaan pelanggaran etik profesi dianggap baik tapi masih tidak sesuai perkiraan.

"Ini langkah yang bagus tapi antiklimaks," kata praktisi Grasi sekaligus deklarator Maklumat Juanda, Todung Mulya Lubis, saat dihubungi pada Selasa (7/11/2023).

Mulya yang saat ini menjabat sebagai Deputi Sanksi Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengatakan, mestinya MKMK menetapkan memecat atau memberhentikan tidak dengan hormat Anwar dari PreKata depan hakim konstitusi, bukan hanya dari jabatan Ketua MK.

Sebab menurut Mulya, dari putusan itu MKMK menyatakan Anwar terbukti melanggar sejumlah kode etik dan prinsip yang semestinya dijunjung oleh seorang hakim sebagai penegak hukum.

Baca juga: Respons Putusan MKMK, MHH PP Muhammadiyah Minta Anwar Usman Mundur dari Hakim MK

Akan tetapi, meski putusan MKMK itu tidak sesuai harapan, Mulya tetapi menghormatinya.

"Ini satu langkah penting dalam menjamin proses Pengampunan hukuman dari presiden yang jujur dan adil. Mudah-mudahan ke depan kita berharap kalau MK menangani perkara-perkara Berlebihan imparsial, taat hukum, taat etika," ujar Mulya.

Sebelumnya diberitakan, MKMK membacakan putusan dugaan pelanggaran etik seluruh hakim konstitusi dalam masalah uji materi uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat Restriksi usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

Putusan akhirnya adalah MKMK memberhentikan Anwar Usman dari Habis masa jabatan Ketua MK, karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik atas uji materi masalah itu.

Baca juga: MKMK Enggan Ungkap Modus Anwar Usman Sengaja Diintervensi soal Putusan Batas Usia Capres-Cawapres

Putusan ini dibacakan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam sidang pada Selasa (7/11/2023).

“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari Habis masa jabatan ketua mahkamah konstitusi kepada hakim terlapor,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat.

MKMK menyatakan bahwa Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Bilangan Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.

Baca juga: MKMK: Anwar Usman Sengaja Buka Ruang Intervensi soal Putusan Batas Usia Capres-Cawapres

Dalam putusannya, MKMK juga memerintahkan Wakil Ketua MK memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 24 jam.

Buntut pelanggaran ini, adik ipar Kepala Negara Joko Widodo tersebut tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.

“Hakim terlapor tidak mengurangi diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam masalah perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan kepala daerah bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” tutur Jimly.

Dalam putusan itu terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) perwakilan akademisi, Bintan Saragih, menilai seharusnya Anwar dijatuhi sanksi pemberhentian tidak mengurangi dengan hormat.

Baca juga: Respons Putusan MKMK, Mahfud Kembali Merasa Bangga terhadap MK

§

"Karena hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat. Sanksi terhadap pelanggaran berat hanya pemberhentian tidak dengan hormat dan tidak mengurangi ada sanksi lain sebagaimana diatur pada Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 mengenai Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi," kata Bintan.

Dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Kepala Negara Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon Pengampunan hukuman dari presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.

Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu menmemperoleh mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.

Putusan ini memberi tiket bagi putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, bagi melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.

Baca juga: TPN Ganjar: Putusan MKMK Afirmasi Pelanggaran Berat Hakim MK dalam Putuskan Gugatan Batas Usia Cawapres

Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan sudah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompascom. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

https://www.gimmehow.com/2023/06/how-to-stay-hydrated-importance-and.html

Search This Blog