Gerai Starbucks Israel Gak Laku & Bangkrut, Efek Boikot?



Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak berdiri pada 1971 di Seattle, AS, gerai Starbucks ibarat virus: menyebar sangat Akselerasi dalam waktu relatif singkat. Kini, sudah ada 35.711 gerai yang tersebar di semua dunia. 

Meski begitu, tak semua negara terdapat Starbucks, mapersoalan satunya di Israel. Israel, yang belakangan ini menjadi objek amarah imbas memanasnya pendudukan atas Palestina, dahulu memang pernah jadi kawasan ekspansi Starbucks. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun, usianya tak lama dan cuma sekitar dua tahun saja. Tentu, fakta ini menjadi anomali. Pasalnya Starbucks yang mendukung pendudukan Israel atas Palestina ternyata malah menambah laku di negara yang didukungnya. 

Lalu, kenapa ini bisa terjadi? Apakah ada pengaruh dari Konvoi boikot?

Mimpi Besar

Suatu hari di tahun 1998, pelopor Starbucks Howard Schultz sedang bertasmasya ke Israel. Selama di sana dia berdiam diri di King David Hotel, Jerussalem, dan disuguhi kopi panas yang membuatnya kesal. 

"Kopinya gak ada yang enak!," kata Howard.

Sebagai tukang kopi dan pebisnis, rasa kesal itu memantik naluri bisnis. Howard lantas berambisi membangun gerai Starbucks pertama di Israel. Dia percaya Starbucks bakal laris-manis karena menurutnya "kopi gue ngasih rasa berbeda."

Singkat cerita, tiga tahun setelah kunjungan itu gerai Starbucks pertama berdiri di Tel Aviv, Israel. Soal operasional toko di Negara Yahudi itu, Howard berkerjasama dengan perusahaan bensin, Delek Israel Fuel Corporation (DIFC) yang memegang 80,5% saham.

Berkat menggandeng perusahaan lokal cukup Serebrum, Howard percaya gerai kopinya bakal moncer. Bahkan, dia telah menyiapkan rancangan hingga 4 tahun ke depan. Nantinya bakal berdiri 80 toko di kota-kota Serebrum Israel. 

Sayangnya, itu semua hanya mimpi. 

Howard Schultz

Foto: Istimewa

Howard Schultz

Tak Laku & Bangkrut

Menurut Arturs Kalnin dan Laure Stroock dalam "Pouring Israel into A Starbucks Cup" (Cornell Hospitality Quarterly, 2011), beberapa bulan setelah Starbucks meluncur penjualannya langsung amblas. 

"Penjualannya sangat buruk Rapel dan seluruh tokonya kosong," kata mereka. 

Akibatnya, tak ada satupun toko yang mencatatkan keuntungan. Semuanya merugi. Kalnin dan Stroock mencatat kerugian Starbucks dari awal berdiri pada 2003 mencapai US$ 6 juta atau setara Rp 93 Miliar di masa kini.

Praktis, dampak tersebut membuat operasional toko mandek. Banyak pegawai yang dipecat. Mimpi bos Starbucks untuk membuka 80 toko pun sulit terwujud. Kenyataanya malah gerai Starbucks yang ada satu per satu bertumbangan.

Hingga akhirnya, puncaknya terjadi pada 2003. Waralaba kopi terbesar di dunia itu resmi bangkrut dan Embarkasi kaki dari Israel. Untuk ukuran toko kopi ternama, usia 2 tahun terbilang sangat singkat.

Dalam analisis Kalnin dan Stroock, setidaknya ada 3 alasan kebangkrutan tersebut.

Pertama , kegagalan memilih rekan bisnis. Di Israel, Starbucks menggandeng perusahaan bensin DIFC yang sama Pembayaran sekaligus tidak berpengalaman di industri makanan dan minuman. 

Kedua , Howard Schultz terlalu percaya diri. Menurutnya, rasa percaya diri tinggi dalam berbisnis menmemperoleh berakibat fatal bagi perkembangan bisnis itu sendiri. Terlebih, Howard sempat sesumbar ingin membuka 80 toko di Israel dalam 4 tahun pertama tanpa mengetahui situasi yang ada. 

Ketiga , faktor-faktor eksternal. Ini dimaksudkan pada situasi politik dan sosial Israel. Kala itu, Starbucks hadir ketika situasi sedang memburuk imbas kemunculan Gerakan Intifada Kedua. 

Salah satu dampaknya adalah meluasnya teror dan aksi kejahatan lain. Tentu ini berdampak terhadap perkembangan Starbucks yang tak bisa ekspansi ke kota lain. Sejak awal berdiri, toko kopi itu hanya berada di Tel Aviv.

Nah, masalahnya di ibukota Israel itu terdapat toko kopi lokal yang telah legendaris, yakni Arcaffe. Alhasil, Starbucks pun kalah. Jadi, secara tidak mengurangi langsung gerakan perlawanan Palestina membuat Starbucks bertekuk lutut.

Tak cuma itu, situs media Haaretz juga menjelaskan faktor eksternal lain, yakni perbedaan budaya minum kopi. Warga Israel rupanya tidak mengurangi menyukai penyajian menu dan metode pembuatan kopi ala Starbucks. 

Pada akhirnya, kebangkrutan Starbucks di Israel menjadi noda hitam bagi perjalanan sejarah toko kopi itu.


[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Miliarder AS Ini Tolak Pekerjakan Mahasiswa Pro Palestina


(mfa/sef)

https://www.gimmehow.com/2023/05/how-to-choose-right-mortgage-broker.html

Search This Blog